![]() |
Foto: ui.ac.id |
Salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah Universitas Indonesia (UI), yang disebut-sebut menetapkan uang pangkal hingga Rp161 juta untuk program studi unggulan seperti Kedokteran, Farmasi, dan Teknik. Angka fantastis itu sontak menuai kritik karena dianggap membatasi akses pendidikan bagi masyarakat menengah ke bawah.
Pemerintah: IPI Bukan untuk Semua Jalur Masuk
Melalui juru bicara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pemerintah menegaskan bahwa besaran uang pangkal ditentukan masing-masing kampus, dan hanya berlaku untuk mahasiswa jalur mandiri. Mereka yang diterima melalui jalur SNBP atau SNBT tidak dikenakan biaya tersebut.
"Biaya ini tidak berlaku untuk semua mahasiswa. Hanya untuk jalur mandiri, dan itu pun disesuaikan dengan kebutuhan institusi dan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT)," ujar pejabat Kemendikbud seperti dikutip dari Tempo.co.
Rektor UI, Prof. Heri Hermansyah, juga menambahkan bahwa pemberlakuan IPI bertujuan untuk mendukung pengembangan institusi secara mandiri tanpa mengorbankan akses pendidikan. Menurutnya, UI tetap menyediakan berbagai bentuk bantuan biaya dan beasiswa bagi mahasiswa yang membutuhkan.
Reaksi Publik: Pendidikan Tinggi Makin Jauh dari Rakyat
Meski begitu, pernyataan tersebut belum cukup meredakan kekhawatiran publik. Di berbagai daerah, mahasiswa menggelar aksi protes menuntut keadilan dalam sistem pembiayaan pendidikan. Mereka menilai kebijakan uang pangkal justru memperlebar jurang kesenjangan sosial.
"Kami tidak anti terhadap biaya pendidikan, tapi tolong jangan dibebankan kepada kami seolah-olah kami yang harus menanggung semua biaya pembangunan kampus," ujar salah satu mahasiswa Universitas Negeri Semarang dalam aksi yang diliput oleh Kompas.com.
Program studi seperti Kedokteran, Farmasi, dan Teknik menjadi yang paling banyak dikritisi karena mematok IPI tinggi. Misalnya, Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan Universitas Negeri Padang (UNP) diketahui menetapkan uang pangkal antara Rp125 juta hingga Rp200 juta untuk jurusan-jurusan tersebut.
Akademisi Minta Pemerintah Evaluasi Total
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Cecep Darmawan, menilai pemerintah perlu mengevaluasi menyeluruh terhadap sistem pembiayaan di PTN. Ia menilai konsep “berbasis kebutuhan kampus” tak boleh mengorbankan prinsip keadilan sosial.
“Kalau semua dikembalikan ke kampus tanpa pengawasan ketat dari negara, yang terjadi adalah komersialisasi pendidikan,” katanya dikutip dari IDN Times.
Cecep juga menambahkan bahwa subsidi pemerintah untuk pendidikan tinggi perlu ditingkatkan agar PTN tidak terlalu mengandalkan jalur mandiri sebagai sumber pemasukan utama.
Menanti Langkah Nyata Pemerintah
Pemerintah mengaku tengah mengkaji ulang kebijakan pembiayaan pendidikan, namun hingga kini belum ada regulasi konkret yang diumumkan. Masyarakat pun berharap ada pembaruan sistem pendidikan tinggi yang lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada aksesibilitas.
Bagi banyak keluarga, mimpi menguliahkan anak di universitas ternama kini terasa makin jauh. Di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil, angka ratusan juta untuk masuk universitas negeri seakan menutup pintu harapan bagi mereka yang berasal dari kalangan biasa.
#universitas #uangpangkal #uktmahal #kampus #akademik