Iklan

Iran, Beberapa Hal Yang Membuat Kita Tercenung

narran
Selasa, 01 Juli 2025 | Juli 01, 2025 WIB Last Updated 2025-07-01T15:59:13Z

opini
Foto: Freepik
NARRAN.ID, OPINI - Kemarin, 24 Juni 2025, di tengah panasnya berita konflik bersenjata antara Iran dan Israel, saya tergerak untuk menghubungi seorang sahabat lama, Pak Haji Mustofa.

Beliau seorang qari internasional yg pernah menjuarai MTQ internasional di Iran dan pernah bekerja di Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta. 

Pria berperawakan mirip tentara ini murah senyum, ramah, sopan dan jika sudah membaca Al-Qur’an, suara beliau mampu membuat dada terasa bergetar. Ada jiwa dalam setiap lantunan ayat yang keluar dari lisannya.

Ketika saya menelponnya, suaranya masih sehangat dulu.

“Alhamdulillah sehat, Bapak Asrul Sani. Dunia boleh gaduh, tapi hati kita harus tetap lapang”.

Obrolan kami mengalir deras, seperti sungai kecil yg kembali menemukan muaranya. Kami membahas tentang Iran, negeri yg kini jadi sorotan dunia, namun justru semakin memperlihatkan keunikan dan keteguhannya di tengah tekanan.

“Bapak Asrul Sani, banyak orang salah menilai Iran. Mereka pikir itu negeri miskin yg keras kepala. Padahal mereka adalah pengemban peradaban agung. Negeri yg tahu siapa jati dirinya”.

Saya tertegun. Dari hasil percakapan kami, saya kembali menyusun potongan-potongan fakta yg jarang diketahui orang Indonesia.

Pemimpin Ulama vs Presiden Pengusaha

Iran dipimpin oleh Rahbar, ulama tertinggi yg dipilih oleh Dewan Majelis, bukan oleh partai politik atau kekuatan modal. Sedangkan presiden yg dipilih rakyat, hanya menjalankan pemerintahan sehari-hari.

Coba kita bandingkan dengan Amerika, yg sering dipimpin oleh tokoh dari kalangan pengusaha besar, hasil dari pertarungan kampanye miliaran dolar. Pemilihan bukan soal kebijaksanaan, tapi kekuatan dana dan lobinya.

Embargo Menguatkan vs Globalisasi Melemahkan

Iran hidup di bawah embargo ketat.Tapi justru dari tekanan itu mereka tumbuh, mengembangkan teknologi sendiri, memproduksi vaksin, menguasai sistem pertahanan siber, dan bahkan drone tempurnya.

Amerika, meski tanpa embargo, dan memiliki pangkalan militer terbanyak di dunia justru sangat bergantung pada produksi Tiongkok, teknologi Asia, dan tenaga kerja migran. Sekali rantai pasokan terganggu, ekonomi bisa terpengaruh. 

Mall Terbesar Dunia Tanpa Brand Amerika

Iran memiliki mall yg 7 kali lipat lebih luas dari Grand Indonesia. Tapi yg membuat saya tercengang, tak ada McDonald’s, KFC, Starbucks, H&M, atau brand global lainnya. Isinya? Produk dalam negeri. Rakyat Iran bangga memakai buatan sendiri dan ekonomi tumbuh dari produk dan brand milik negeri sendiri. 

Sementara di Amerika dan Indonesia, mall-mall penuh dengan brand asing, menciptakan budaya konsumtif dan ketergantungan pada ekonomi global.

Pahlawan Dihormati

Di Iran, nama-nama dan foto syuhada tertulis di jalan-jalan utama. Keluarga mereka diberi penghormatan dan fasilitas oleh negara.

Di Amerika, banyak veteran perang yg justru hidup menggelandang, mengalami ketergantungan dan terabaikan oleh sistem kesehatan negara yg mahal.

Tanpa Pengemis vs Homeless

Pak Haji Mustofa berkata dengan nada serius, “Di kota-kota besar Iran tidak ada pengemis, Pak Asrul”.

Pemerintah hadir menjaga kehidupan rakyatnya. Bandingkan dengan Amerika, negara adidaya yg memiliki lebih dari ratusan ribu tunawisma, bahkan di pusat kota besar seperti New York dan Los Angeles.

Perpustakaan Hidup vs Budaya Konten

Iran, terutama kota seperti Qom dan Tehran, memiliki perpustakaan besar yg hidup siang dan malam. Anak-anak muda membaca filsafat, tafsir, hingga riset ilmiah.

Sementara di Amerika, budaya literasi digerus oleh TV Netflix, dan scroll tak berujung di media sosial.

Film Penuh Makna vs Hiburan Komersial

Film-film Iran menang di Cannes dan Oscar karena cerita yg menyentuh. Nilai-nilai moral dan spiritual ditanamkan tanpa propaganda.

Film Hollywood, meski megah, sering menjual kekerasan, seksualitas, dan konsumerisme. Hiburan menjadi dagangan, bukan lagi sarana refleksi jiwa.

Inovasi Karena Keterbatasan

Embargo membuat Iran semakin kreatif menciptakan segalanya sendiri, dari drone hingga sistem keamanan digital. Ketekunan mereka bukan pilihan, tapi keharusan yg ditempa oleh keadaan.

Amerika, meski disebut inovator, justru sering bergantung pada korporasi luar dan sistem subkontrak yg tidak sepenuhnya milik nasional.

Kesehatan Untuk Semua vs Bisnis Asuransi

Iran memberikan layanan kesehatan murah, bahkan gratis, kepada rakyatnya. Rumah sakit ramai tapi berjalan.

Di Amerika, tanpa asuransi, Anda tak bisa dirawat. Sistem kesehatan mereka dikuasai korporasi. Kesehatan berubah jadi komoditas mahal.

Transportasi Publik Modern dan  Terjangkau

Iran punya sistem metro bawah tanah modern di kota besar seperti Tehran. Harga tiket? 10.000 Rial Iran, atau sekitar Rp3.500 – Rp5.000 sekali jalan. Murah, bersih, dan cepat.

Lebih mencengangkan lagi, harga bensin subsidi di Iran hanya sekitar Rp. 3.000 - Rp5.000 per liter, jauh lebih murah 2 kali lipat dibandingkan Pertalite di Indonesia yg sudah menembus lebih dari Rp10.000/liter.

Menutup telepon sore itu, saya terdiam lama. Kata-kata penuh makna dari Pak Haji Mustofa terus membuat kita sadar diri. Bahwa Iran adalah cermin untuk kita belajar. Bukan untuk ditiru secara total, tapi untuk direnungkan dengan hati yg jernih.

Karena bisa jadi, di tengah hiruk pikuk globalisasi dan ketergantungan, kita lupa bagaimana caranya berdiri dan berkreasi dengan produk dan jasa dari negeri kita sendiri. 

Semoga kita sadar, bahwa kitapun bisa bangkit dan lebih baik lagi, dalam perekonomian, transportasi, literasi dan peradaban di masa depan dengan berkaca pada Iran. 


Penulis :
Asrul Sani Abu
(Ketua Bidang Hubungan Internasional APINDO Sulsel | Alumni LEMHANNAS)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Iran, Beberapa Hal Yang Membuat Kita Tercenung

Trending Now